Menemukan Senyuman di Usia Senja: Potret Kehidupan Lansia

Kebahagiaan di usia senja, sama pentingnya dengan kebahagiaan bagi lansia pada umumnya. Sama-sama menemukan kehidupan sebagai potret perjalanan. Bahkan, bisa dibilang kebahagiaan bagi orang tua yang sudah lansia, memiliki peran yang lebih diutamakan dalam menunjang kesehatan mereka.

Di usia senja, lansia rentan mengalami berbagai masalah. Karena ini pulalah membuat mereka ‘merasa’ terisolasi, kesepian, dan tidak berdaya. Oleh karena itu, sebagai anak dan cucu “membuat mereka berbahagia sangatlah baik”. Yaa, paling tidak itu membuat mereka tetap bersemangat, menjaga kualitas hidup, dan memperlambat proses penuaan.

Ketika lansia merasa bahagia, mereka akan lebih termotivasi untuk melakukan aktivitas fisik dan menjaga kesehatan. Tentunya, akan lebih mudah menjalin hubungan sosial dengan orang lain, dan terlibat dalam kegiatan yang positif. Kegiatan pengajian, misalnya.

Ini Idealnya, dan pada kenyataannya tidaklah demikian. Banyak para orang tua merasa kesepian karena tidak cukup mendapat perhatian keluarga. Kita sebagai anak atau cucu lupa! Kita ternyata cukup lalai untuk memperhatikan mereka. Dan mengabaikan hari kelak, yaitu ketika kita akan sama posisinya seperti mereka. Menjadi Tua.

Bagaimana? Jika itu kamu.

Maksudnya? Iyaa, kamu menjadi tua.

Jika Itu Adalah Kamu

Di balik gerbang waktu, terbentang sebuah kisah yang menanti untuk kita simak dan pahami. Satu ilustrasi menjadi pengganti atas pengertian dan maksud yang sulit kita mengerti “Ini tentang apa sih sebenarnya”.  

Bayangkan jika itu adalah kamu. “Iyaa, kamu si lansia tersebut!” Melangkah ke dunia yang penuh dengan pengalaman, keajaiban, petualangan hidup, serta rasa haru. Kamu yang dulunya berlari, sekarang berhenti. Kamu yang dulunya gagah, saat ini tak lagi. Kamu yang dulunya di sayang, sekarang sungguh menanti demi menyayangi.

Kamu yang dulu, dan kamu yang sekarang.

Bukan film korea, di sini kami ingin menemukan satu hikmah atas pelajaran hidup yang mendalam, dan meniti tentang makna kehidupan. Mengguyur diri dan terhanyut dalam kisah yang akan kita rasakan satu hari kelak  Ø¥ِÙ†ْ Ø´َاءَ اللَّÙ‡ُ  yang belum pernah kamu rasakan sebelumnya.

Berikut kisah:

Menanti Keceriaan yang Hilang

Ini bisa saja menjadi kisahmu nanti.

Pak Rama duduk termenung di teras rumahnya. Sinar mentari sore menyapa wajahnya yang keriput, rambut beruban, rontok di depan dan belakang, menerangi guratan-guratan halus di sekitar matanya. Tatapannya kosong, menerawang ke jalanan yang lengang. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga kamboja dari taman kecil di depan rumah, namun tak mampu mengusir rasa sepi yang menyelimuti hatinya.

Hari ini adalah hari Rabu. Ooh, bukan ternyata. Hari ini hari kamis. Biasanya di hari ini, suara tawa riang cucu-cucunya (Amar, Amir, dan Luna) mewarnai sore Pak Rama. Mereka biasa bermain di halaman, berlarian dan menyapa kakeknya dengan penuh kasih sayang. “Kek, bagi duit dong, mau jajan niih”. Namun, hari ini teras terasa sunyi, tak ada keceriaan yang biasa mewarnai.

Pak Rama menghela nafas panjang. Ia teringat percakapannya dengan Bu Rama tadi pagi. "Bu, kapan anak dan cucu-cucu kita datang? Sudah lama sekali mereka tidak berkunjung," tanya Pak Rama dengan nada getir.

Menangis tanpa air mata’ Bu Rama menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Tapi ia sumbangkan senyumnya untuk si bapak "Saya juga tidak tahu, Pak. Mungkin mereka sibuk," jawab Bu Rama lirih. “Sabar yaa”.

Pak Rama tahu betul jawaban itu hanya untuk menenangkannya. Anak dan cucunya sudah lama tidak menghubungi. Sibuk latihan bola, sibuk les matematika, dan urusan lainnya. Bahkan saat lebaran tahun kemarin pun, mereka tidak datang karena asyik berwisata sembari liburan ke luar kota.

Tentu saja, rasa rindu yang mendalam menyiksanya, namun ia tak ingin menunjukkan kesedihannya di depan Bu Rama. Sama-sama ingin saling menyenangkan hati, mereka tertawa, Hahaha, karena tahu bahwa ini bakal terjadi.

Waktu Tak Bisa Di Beli

Pak Rama kembali termenung, melamun dan manyun. Matanya terpaku pada jalanan yang masih sepi. Pikirannya melayang ke masa lalu, saat anak dan cucunya masih sering berkunjung. Mereka selalu mengisi hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. “Main kesini, main kesana” Pak Rama merasa hidupnya penuh makna saat itu.

Namun, seiring waktu, kesibukan anak dan cucunya kian bertambah. Mereka semakin jarang meluangkan waktu untuk berkunjung. Pak Rama dan Bu Rama pun hidup dalam kesepian, hanya ditemani oleh kenangan indah di masa lampau.

Tiba-tiba, Pak Rama mendengar suara ketukan pintu. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Rasa sedikit berharap muncul di hatinya. “Yess akhirnya..” Mungkinkah itu anak atau cucunya? “Mereka telah datang”.

Dengan tangan gemetar, Pak Rama membuka pintu. Namun, yang dilihatnya hanya seorang pengantar paket berwajah lugu, dengan urusan tagihan COD (Cash On Delivery). Rasa kecewa menyelimuti hatinya. Ia kembali menutup pintu dan berjalan kembali ke teras.

Pak Rama kembali duduk di kursinya, menatap ke arah jalanan yang masih lengang. Langit mulai berwarna jingga, perlahan menundukkan cahaya, pertanda matahari akan segera terbenam. Pak Rama memejamkan matanya, merasakan kesedihan yang mendalam menyelimuti hatinya. Ia hanya bisa berharap, anak dan cucunya akan segera datang dan mengisi kembali hari-harinya dengan keceriaan.

Sungguh hari yang melelahkan karena harus menunggu, dan menunggu mereka yang tak kunjung datang. Aku berharap mereka mau menyisihkan waktu untuk mengunjungiku. Mereka mau memaafkanku karena dulu “aku marah kepada mereka”. Datang yaa anak. Datang yaa cucu ku sayang. Aku mau berbagi tawa, kasih sayang, dan pengalaman kepada kalian. Nenekmu masak makanan yang kalian suka di rumah. Datang yaa.

Gambaran Kenyataan

Jahat yaa kita ini. Waktu hanya beberapa jam saja tidak bisa kita berikan kepada mereka. Mereka orang tua kita. Mereka itu kakek dan nenek kita. Penting bagi kita untuk selalu memperhatikan kebahagiaan mereka semua.

Kita wajib memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan. Kita juga harus dapat tetap aktif dan terlibat dalam kegiatan yang mereka sukai. Satu bukti, bakti, serta kecintaan kita sebagai anak dan cucu.

Kesepian Pak Rama adalah gambaran pilu dari banyak lansia di Indonesia yang hidup tanpa perhatian dan kasih sayang dari keluarga, terutama anak dan cucu. Sebuah kenyataan pahit yang harus dihadapi di tengah modernisasi dan kesibukan yang kian mencengkeram.

Cerita ini hanyalah fiksi. Sambil melamun, penulis ingin mengingatkan kita semua untuk selalu menghormati dan menyayangi orang tua, terutama di masa tua mereka. Kasih sayang dan perhatian kita adalah anugerah yang tak ternilai bagi mereka. Dan itu memberikan kebahagiaan yang tak terkira di sisa hidup kita semua.

Letakkan hartamu, turunkan jabatanmu, buang rasa sombongmu. Datangi orang tuamu. Karena mereka sebenar-benarnya harta bagimu. Akhir kata “Maaf belum bisa berkunjung, karena sibuk nulis artikel”.

---

Post a Comment

Previous Post Next Post