Mengapa Kita Mudah Memilih yang Populer? Sumua orang melakukan ini dan itu. Ingin memiliki sesuatu yang orang
lain miliki, serta melakukan hal yang orang kebanyakan perbuat dan tanpa sadar
kita didalamnya. Wara wiri fenomena ini menjadi sandungan dan melunturkan poin
penting, apa yang harusnya kita dahulukan. Yup, Fenomena Bandwagon
effect.
Artikel ini
menjadi sangat menarik untuk kami susun, sebagai gambaran betapa pentingnya
kesadaran diri akan sesuatu hal yang perlu atau tidak perlu dilakukan oleh kita
sebagi pemilik keputusan. Walaupun kita sebagai mahluk sosial, tetapi kita masih
memiliki satu anugrah yang harus tetap dijaga. Orisinalitas.
Bandwagon effect,
apaan seeh?
Bandwagon effect adalah istilah bahasa yang menggambarkan
seseorang yang cenderung follow terhadap sikap, tingkah laku, style, tren dan
lain-lainnya, karena melihat banyak orang
melakukan hal yang sama. Singkat cerita, bandwagon effect itu adalah 'ikut-ikutan'.
Fenomena ini menjerumuskan suatu kelompok
atau perseorangan menerima
kesalahan dalam mengambil keputusan. Boleh jadi karena dorongan dari luar atau kitanya yang mudah terbawa arus.
Semakin banyak orang mengikuti suatu tren tertentu yang sedang viral, maka akan semakin besar orang-orang untuk ikut-ikutan.
Lato-lato, misalnya.
Mengapa terjadi
Munculnya 'bandwagon effect' bisa disebabkan oleh
banyak hal, dan yang pasti dorongan dari lingkungan sekitar. Jika kamu adalah seseorang yang tidak mengikuti,
kemungkinan besar kamu
deberikan hadiah sanksi sosial. Di kucilkan dan di anggap aneh, misalnya.
Secara
sadar, terjadi karena banyak orang lebih mudah terpedaya. Mereka menelan secara mentah-mentah tanpa mau perduli
kebenaran dan bla bla nya. Jika
itu berkaitan dengan promosi, kamu bisa saja membeli suatu produk yang sedang
tren tanpa pertimbangan
untuk apa itu di beli. Dan itu
satu keniscayaan.
Pemikiran satu, dua, tiga
atau lainnya
Pemikiran
Satu - Groupthink
atau pemikiran kelompok bisa
saja menjadi pemicu yang ulung.
Sebagaimana yang kita intip, lingkungan memiliki andil besar dalam membentuk
perilaku. Oleh karena kita
menyesuaikan diri terhadap kelompok, seseorang bisa bertransformasi menjadi perilaku yang sesuai dengan posisi atau tempat mereka berada.
Pemikiran
Dua – ‘Mendapatkan
Pengakuan’ menjadi penyebab lain dari efek ini. Kamu akan rela melakukan apa saja agar bisa diterima dan dikatakan "Kita
sama". Pakai celana ketat, udel terlihat, baju dikoyak-koyak dan
sebagaimana kita lihat saat ini.
Pemikiran
Tiga - Semua
yang kita bicarakan ini, berkaitan erat dengan ‘Takut Dibilang Ketinggalan
Jaman’. Oleh
karena keresahan dicap
dengan label 'Cupu',
menjadikan kita latah dan ikut-ikutan tanpa pertimbangan.
Pemikiran
Lainnya - Momok
yang meresahkan adalah dikucilkan, dibully dan dianggap aneh. Mungkin sedikit
berlebihan, tapi benar adanya. Demi menghindari perlakuan yang tidak
menyenangkan, kebanyak orang akan pasrah dan mengikuti tren.
Lalu, harus bagaimana?
Jika kamu
merupakan orang yang disebutkan, maka sadarlah. Ada banyak solusi baik dalam
bertindak dan menjadi catatan harian kamu untuk menjadi diri sendiri seutuhnya.
Apa Itu?
1. Mencari baik buruk nya
Jangan
mudah percaya denga apa yang orang lain katakan. Iya, bukan berarti setuju dan
mengikuti. Tidak, belum tentu itu salah. Pertimbangkan apa benar itu baik.
Jikapun benar, apakah itu cocok untuk kita. Sedikit menjadi kritis boleh saja.
2. Jangan memaksakan diri
Memaksakan
sesuatu diluar batasan kita, tentu tidak baik. Bukan bermaksud menggurui, menghidar
dari sesuatu yang buruk bisa kita lakukan jika kamu mau. Sesuatu yang
dipaksakan akan terkesan nyeleneh dan kamu bisa saja menjadi bahan tertawaan dikemudian
hari.
3. Jangan terburu-buru
Ini
berkaitan dengan pertimbangan. Banyak orang mempertimbangkan yang baik, dan
malah tidak mempersoalkan yang buruk. Ibadah di masjid misalnya, dianggap tidak
popular. Tapi jika nongkrong berjam-jam di café, joget di TikTok dianggap
kekinian. Beri ruang terhadap diri untuk memutuskan mana yang bisa membawa kita
menjadi manusia seutuhnya.
Notes
Kita,
manusia adalah makhluk sosial. Dorongan sosial membentuk kita untuk ‘ingin memiliki’
dan menyesuaikan diri dengan pengaruh yang sangat kuat dalam diri kita. Membuat
kita menyesuaikan diri dengan ‘keyakinan yang salah’ atau mengambil tindakan
karena “semua orang tahu” dan “semua orang melakukannya”.
Pemikiran
kelompok atau lingkungan bisa berbahaya bagi objektivitas dan kesadaran kita. Percayalah,
hal itu dapat mencegah kita dari berpikir tentang diri kita sendiri dan melunturkan
keputusan mana yang terbaik.
Kamu harus
berhati-hati agar tidak tersandung batu ke dalam perangkap bias dan ikut-ikutan.
Yang paling penting adalah bukan pada pengalaman yang akan kamu dapatkan jika
kamu mengikutinya, tetapi menggunakan keputusan yang hanya satu dari dirimu. #Ikut
atau tidak. #Itu Saja.
Post a Comment