Lagi senang-senangnya dengan hobiku, ehh malah berujung bencana. Semua telah kuserahkan. Waktuku, tawaku, uangku, bahkan hidupku telah kupersembahkan demi, Hobiku. Kini, Hobi itu ternyata menghancurkan hidupku.
Hidupku bagaikan roller coaster. Penuh dengan pasang surut, kegembiraan dan kesedihan. Salah satu pasang surut terbesar datang dari hobi yang kugemari, yang awalnya menjadi pelarian dari rutinitas, namun berubah menjadi monster yang menelan waktuku.
Kecintaanku pada ‘mereka’ bermula dari rasa ingin tahu yang sederhana. Aku terpikat oleh kenyamanan dan rasa gembira yang Hobiku berikan, dan perlahan-lahan, hobi ini menjadi bagian integral dari kehidupanku. Aku menghabiskan berjam-jam bahkan seharian untuk merasakan kedekatan tanpa celah bahan.
Namun, seiring berjalannya waktu, hobi ini mulai menunjukkan sisi gelapnya. Aku menjadi terobsesi, menghabiskan waktu dan uangku tanpa henti untuk sesuatu yang orang lain katakan “sebenarnya gak penting”. Hubunganku mulai renggang, teman keluarga sudah menyerah, pekerjaan terbengkalai, dan aku terjerumus.
Hobi yang tadinya menjadi pelarian kini menjadi belenggu yang mengikat erat. Aku merasa terjebak, tercekik, tak mampu melepaskan diri dari cengkeramannya. Rasa bersalah dan penyesalan menghantui setiap hari, namun aku tak mampu menemukan jalan keluar.
Hobiku Ternyata Menghancurkanku
Hobi, aktivitas yang dilakukan di luar jam kerja dan
kewajiban, lazimnya menjadi pelarian dari penatnya rutinitas. Oleh karena di gemari
banyak orang, hobi menawarkan kesenangan, relaksasi, dan katanya “Untuk pengembangan
diri”. Namun, di balik kesenangannya, hobi itu juga menyimpan potensi bahaya
yang bisa menghancurkan hidup.
Apa itu?
Bahaya pertama datang dari sifatnya yang mengasyikkan.
Hobi yang terlalu digemari dapat menjebak pelakunya dalam
lingkaran kecanduan. Jika tidak dilakukan dalam sehari saja, agak beda rasanya.
Waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja, belajar, atau bersosialisasi
tergilas demi hobi. Hal ini dapat berakibat fatal pada karir, pendidikan, dan
hubungan sosial.
Benar, yang mereka katakan tentang “Mengejar hobi adalah investasi terbaik yang bisa kita berikan untuk diri sendiri”. Demi Hobiku aku tak pernah biarkan kata 'besok' menjadi penghalang kami. Dan sekarang terbukti sudah bahwa Hobi ini sudah memilikiku seutuhnya.
Kedua, hobi bisa menjadi boros.
Tak jarang, hobi membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Koleksi barang-barang hobi, mengikuti turnamen, atau membeli peralatan canggih
dapat menguras dompet dan memicu masalah keuangan. Kurang uang tinggal hutang. “Tak
jadi masalah”.
Dengan gagah aku mengatakan kepada orang-orang yang selalu
melarangku dengan, “Hobi adalah cara ku untuk menemukan diri sendiri. Jangan
pernah meremehkan kekuatan hobi dalam mengubah hidup. Karena kesenangan itu,
tidak datang dari apa yang kamu miliki, melainkan dari apa yang kita nikmati”.
Ketiga, hobi tertentu berbahaya.
Jika tentang Hobi, ku tak takut mati. Olahraga ekstrem,
balap mobil, atau mendaki gunung, tak jadi masalah. Semakin ku berlatih,
semakin ku akan mencintai. Semakin ku mencintai, semakin besar kemungkinan
menjadi hebat dalam hobi tersebut.
Tapi, selalu saja ada yang mengatakan “Tanpa persiapan
matang dan kehati-hatian, hobi ini dapat membawa risiko cedera serius bahkan
kematian”.
Keempat, hobi bisa memicu pertengkaran.
Hobi yang melibatkan kompetisi, seperti bermain game,
olahraga, atau koleksi barang, dapat memicu perasaan iri, dengki, dan
pertengkaran. Perbedaan cara pandang dan selera dalam hobi dapat memicu
perselisihan.
Hal ini dapat merusak persahabatan dan menimbulkan
permusuhan. Keinginan untuk menjadi yang terbaik dan rasa ingin menang
terkadang membuat orang lupa diri dan bertindak agresif.
Kelima, hobi bisa memicu kecemburuan.
Hobi, bagaikan taman bermain bagi jiwa. Di sanalah kita
dapat melepaskan penat, mengeksplorasi minat, dan menemukan kesenangan. Namun,
di balik keseruannya, hobi juga menyimpan potensi bahaya yang tak terduga:
kecemburuan.
Platform online seringkali menjadi ajang pamer pencapaian
hobi dan kebolehan. Melihat orang lain sukses dalam hobinya, entah itu dari
segi skill, koleksi, atau pengakuan, dapat membangkitkan rasa iri dan cemburu.
Maka lahirlah FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut ketinggalan selalu mengintai. Melihat orang lain asyik dengan hobinya, sementara kita merasa tertinggal, memacu cemburu dan penyesalan.
Keenam, hobi bisa menimbulkan isolasi.
Terlalu fokus pada hobi dapat menghilangkan waktu yang
seharusnya digunakan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Hal ini dapat membuat kita terisolasi dari keluarga, teman, dan komunitas.
Terlalu fokus pada dunia hobi dapat membuat kita kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain yang tidak memiliki minat yang sama. Banyak
hobi yang bersifat individual, seperti membaca, bermain game online, atau
mengoleksi barang.
Aktivitas ini membatasi kesempatan untuk berinteraksi dengan
orang lain secara langsung. Terlalu asyik dengan hobi dapat membuat kita
kehilangan minat pada aktivitas lain, seperti olahraga, kegiatan sosial, atau
acara keluarga. Hal ini dapat membatasi lingkaran sosial dan memperparah
isolasi.
Ketujuh, hobi bisa membuat ketagihan.
Hobi bisa membuat ketagihan, seperti halnya narkoba, judi,
dan pornografi. Melakukan hobi yang kita sukai memicu pelepasan dopamin,
neurotransmitter yang memberikan rasa senang dan bahagia. Hal ini membuat kita
ingin terus melakukan hobi tersebut untuk mendapatkan sensasi sama secara
berulang.
Hobi bisa menjadi pelarian baik dari “kenyataan yang penuh sesak
dan tekanan”. Di dunia hobi, kita bisa merasa bebas, aman, dan terhindar dari
masalah. Hal ini membuat kita semakin terikat dan sulit untuk lepas.
Mencapai kenaikan peringkat, atau mendapatkan pengakuan,
memberikan rasa tercapaian dan meningkatkan kesenangan diri. Hal yang terus
menerus membuat kita semakin termotivasi untuk terus menekuni hobi tersebut.
Kedelapan, hobi bisa membuat stres.
Alih-alih bukan malah membuat senang, eeh malah menjadikan
kita semakin stres. Tekanan untuk menjadi yang terbaik dalam hobi dapat memicu rasa
cemas. Awalnya seeh biasa saja, tapi lama kelamaan makin termotivasi hingga
terobsesi. Hal ini dapat berakibat pada gangguan otak dan nalar.
Bagi beberapa orang, hobi bukan hanya tentang kesenangan, tetapi juga tentang pencapaian dan pengakuan. Mereka ingin menjadi yang terbaik dalam hobinya, dan hal ini dapat menimbulkan tekanan.
Kesembilan, hobi bisa membuat lupa diri.
Hobi yang menyenangkan dapat membuat kita terlena dan lupa
waktu. Kita asyik melakukan hobi hingga lupa makan, tidur, bekerja, atau bahkan
lupa “kita ada dimana?”. Terlalu fokus pada hobi dapat membuat seseorang lupa
akan tanggung jawab dan prioritas.
Dan ketika akses terhadap hobi pun semakin mudah untuk kita
raih, kita bisa melakukan hobi kapan saja dan di mana saja. Bentuk biuss yang
membuat kita semakin mudah tergoda untuk terus menerus melakukan lagi, lagi dan
lebih.
Akhiri Hobiku dan Hobimu
Ini sudah tiba saatnya untuk kembali menuju akhir dari
Hobimu. Pilihlah hobi yang sesuai dengan kemampuan dan waktu. Dengan begitu,
hobi dapat menjadi sumber yang membahagiakan, dan bukannya menjadi modus yang
menghancurkan.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa tidak semua hobi itu berbahaya.
Hobi yang positif dan dilakukan dengan bijak itu baik, dapat memberikan banyak
manfaat bagi kehidupan. Kuncinya adalah “Ingat-ingat waktu”. Cukupkan itu dengan
hobimu, jangan ditambah dan jangan pula berkurang.
Ketika dunia terlalu menuntut banyak “apa-apa darimu”,
berikan dirimu sedikit ruang untuk hobi dan temukan kembali kebahagiaan dalam kesendirian.
Hobi itu seperti api kecil yang menyala dan terus membara. Semakin sering kamu ‘memeliharanya’,
semakin besar kemungkinan api itu menemukan jalan kebakaran.
----------
Post a Comment